LAGETANG, DESA YANG HILANG HANYA DENGAN SEMALAM
Ada sekelumit kisah nyata yang
pernah terjadi pada sebagian bangsa ini yang mungkin kita telah lupa. Dan
sayangnya, peristiwa yang penuh dengan pelajaran ini sama sekali tidak
disinggung-singgung sedikit pun di dalam buku pelajaran di sekolah. Kita dan
anak-anak kita tidak pernah tahu jika ada suatu desa yang penduduknya nyaris sama
dengan kaum Sodom-Gomorah, senang bermaksiat, yang oleh Allah swt dikubur
seluruhnya dalam satu malam hingga tidak bersisa. Satu desa bersama seluruh
penduduknya lenyap dalam satu malam tertutup puncak sebuah gunung yang berada
agak jauh dari lokasi desa itu.
Inilah kisah
tentang Dukuh Legetang, yang masuk dalam wilayah Banjarnegara, Jawa Tengah.
Kejadiannya di tahun 1955.
Deretan
Pegunungan Dieng dan Lembahnya dengan pemandangan yang sangat memikat
Dukuh Legetang adalah sebuah dukuh
makmur yang lokasinya tidak jauh dari dataran tinggi Dieng-Banjarnegara, sekira
2 kilometer di sebelah utaranya. Dukuh Legetang terletak di desa Pekasiran,
kecamatan Batur, kabupaten Banjarnegara, masih berada di wilayah pegunungan
Dieng – Petarangan.Penduduknya cukup makmur dan kebanyakan para petani yang
cukup sukses. Mereka bertani sayuran, kentang, wortel, kobis, dan sebagainya.
Tugu yang
menunjukkan disitu lokasi bekas dukuh Legetang udah keliatan,liat tanda
panah.Dari jalan kita harus mendaki kesanasekitar hampir setengah jam. Berbagai
kesuksesan duniawi yang berhubungan dengan pertanian menghiasi dukuh Legetang.
Misalnya apabila di daerah lain tidak panen tetapi mereka panen berlimpah.
Kualitas buah dan sayur yang dihasilkan juga lebih baik dari yang lain.
Namun bukannya mereka bersyukur,
dengan segala kenikmatan ini mereka malah banyak melakukan kemaksiatan.
Barangkali ini yang dinamakan “istidraj” atau disesatkan Allah dengan cara
diberi rezeki yang banyak namun orang tersebut akhirnya makin tenggelam dalam
kesesatan.
Masyarakat Dukuh Legetang umumnya
ahli maksiat. Perjudian di dukuh ini merajalela, begitu pula minum-minuman
keras. Tiap malam mereka mengadakan pentas Lengger, sebuah kesenian tradisional
yang dibawakan oleh para penari perempuan, yang sering berujung kepada
perzinaan. Ada juga anak yang malah melakukan kemaksiatan bersama ibunya
sendiri. Beragam kemaksiatan lain sudah sedemikian parah di dukuh ini.
Pada suatu malam, 17 April 1955,
turun hujan yang amat lebat di dukuh itu. Tapi masyarakat Dukuh Legetang masih
saja tenggelam dalam kemaksiatan. Barulah pada tengah malam hujan reda.
Tiba-tiba terdengar suara keras seperti sebuah bom besar dijatuhkan di sana,
atau seperti suara benda yang teramat berat jatuh. Suara itu terdengar sampai
ke desa-desa tetangganya. Namun malam itu tidak ada satu pun yang berani keluar
karena selain suasana teramat gelap, jalanan pun sangat licin.
Pada pagi harinya, masyarakat yang
ada di sekitar Dukuh Legetang yang penasaran dengan suara yang amat keras itu
barulah keluar rumah dan ingin memeriksa bunyi apakah itu yang terdengar amat
memekakkan telingan tadi malam. Mereka sangat kaget ketika di kejauhan terlihat
puncak Gunung Pengamun-amun sudah terbelah, rompal. Dan mereka lebih kaget
bukan kepalang ketika melihat Dukuh Legetang sudah tertimbun tanah dari irisan
puncak gunung tersebut. Bukan saja tertimbun tapi sudah berubah menjadi sebuah
bukit, dengan mengubur seluruh dukuh beserta warganya. Dukuh Legetang yang
tadinya berupa lembah, kini sudah menjadi sebuah gundukan tanah baru menyerupai
bukit. Seluruh penduduknya mati.
Gambar
dikiri, merupaan gunung Pengamun-amun yang terbelah itu. Masyarakat sekitar
terheran-heran. Seandainya Gunung Pengamun-amun sekedar longsor, maka longsoran
itu pasti hanya akan menimpa lokasi di bawahnya. Akan tetapi kejadian ini jelas
bukan longsornya gunung. Antara Dukuh Legetang dan Gunung Pengamun-amun
terdapat sungai dan jurang, yang sampai sekarang masih ada. Namun sungai dan
jurang itu sama sekali tidak terkena longsoran. Jadi kesimpulannya, potongan
gunung itu malam tadi terangkat dan jatuh menimpa dukuh Legetang.Untuk
memperingati kejadian itu, pemerintah setempat mendirikan sebuah tugu yang hari
ini masih bisa dilihat siapa pun.
Ditugu tersebut ditulis dengan plat
logam:
“TUGU PERINGATAN ATAS TEWASNJA 332
ORANG PENDUDUK DUKUH LEGETANG
SERTA 19 ORANG TAMU DARI LAIN-LAIN
DESA
SEBAGAI AKIBAT LONGSORNJA GUNUNG
PENGAMUN-AMUN
PADA TG. 16/17-4-1955″
Sungguh kisah tenggelamnya dukuh
Legetang ini menjadi peringatan bagi kita semua bahwa azab Allah swt yang
seketika itu tak hanya terjadi di masa lampau, di masa para nabi, tetapi azab
itu pun bisa menimpa kita di zaman ini. Bahwa sangat mudah bagi Allah swt untuk
mengazab manusia-manusia lalim dan durjana dalam hitungan detik. Andaikan di
muka bumi ini tak ada lagi hamba-hamba-NYa yang bermunajat di tengah malam
menghiba ampunan-Nya, mungkin dunia ini sudah kiamat.
Kita berhutang budi kepada para
ibadurrahman, para hamba Allah swt yang berjalan dengan rendah hati, tak
menyombongkan dirinya. Mereka senantiasa bersujud memohon ampunan-Nya. Meski
keberadaan mereka terkadang tak dianggap, hanya dipandang sebelah mata oleh
manusia, tetapi sesungguhnya mereka begitu akrab dengan penghuni langit. Mereka
begitu tulus menghamba pada-Nya, berusaha menegakkan kalimat-Nya di muka bumi
ini. Mereka tak pernah mengharapkan imbalan dari manusia, karena imbalan dari
Allah swt lebih dari segalanya.
Jika Anda dari daerah Dieng menuju
ke arah (bekas) dukuh Legatang maka akan melewati sebuah desa bernama Pakisan.
Sepanjang jalan itu Anda mungkin akan heran melihat wanita-wanitanya banyak
yang memakai jilbab panjang dan atau cadar. Memang sejak dulu masyarakat
Pakisan itu masyarakat yang agamis, bertolak belakang dengan dukuh Legetang,
tetangga desanya yang penuh dengan kemaksiatan. Ketika kajian triwulan Forum
Komunikasi Ahlussunnah wal Jamaah Kabupaten Banjarnegara bertempat di Pakisan,
maka masyarakat Pakisan berduyun-duyun ke masjid untuk mendengarkan kajian dari
Ustadz Muhammad As Sewed. Ya, hampir semua masyarakat Pakisan aktif mengikuti
kajian dan da’wah.Dukuh Legetang benar-benar ada di tempat di sekitar tugu
tersebut. Di peta baik tahun 1922 dan 1943 terdapat daerah Legetang di lokasi
yang ada di dekat tugu tersebut (agak ke utara).
Komentar
Posting Komentar